
LIPUTAN P5
Makan Apa yang Ditanam
Salah satu tema dalam
pelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) adalah Kearifan Lokal.
Tema ini berkaitan dengan pandangan hidup dan cara-cara mempertahankan hidup
dari suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Berkaitan dengan tema ini, kelas
XA SMADRI mendalami subtema Pangan Lokal dan melakukan praktek pengolahan tiga
jenis pangan lokal. Ketiga jenis pangan lokal itu adalah Jagung Titi, Jagung
Bose dan Sayur Rumpu-rampe. Kelompok 1 dan 2 membuat Jagung Titi, kelompok 3
dan 4 membuat Jagung Bose dan kelompok 5 dan 6 membuat Sayur Rumpu-rampe.
Adapun slogan untuk kegiatan ini (mengikuti slogan kegiatan MBKM Posiwatu
2023), Makan Apa yang Ditanam, Tanam Apa
yang Dimakan.
Adapun pendamping untuk kegiatan P5 ini adalah Ibu Elisabeth Mariyati Lein, Ibu Veronika Lepan Hurint, dan
Fr Alfonsius Hada Boruk. Pada hari Kamis, 22 Agustus 2024, tiap-tiap kelompok diarahkan untuk mengumpulkan alat dan
bahan yang sudah dibawa, sekaligus menyiapkan
tempat yang akan digunakan untuk praktek. Mereka mengumpulkan kayu
bakar, menyiapkan tungku api, dan menyapu.
Proses pengolahan terjadi pada Jumat 23 Agustus 2024 di halaman SMADRI. Masing-masing kelompok
menyiapkan alat dan bahan yang sudah dibawa dan mulai bekerja. Ada beberapa
bahan pangan lokal disiapkan sekolah seperti kacang nasi, jagung pulut dan
kacang tanah. Sekolah juga menyiapkan dua buah kuali tanah yang digunakan oleh
kelompok Jagung Titi. Kelompok yang mengolah Sayur Rumpu-rampe membawa beberapa
ragam sayur, seperti daun singkong, buah pepaya, bunga pepaya, dan jantung
pisang.
Waktu yang diambil untuk praktek ini adalah pada jam pelajaran P5, yakni
sesudah istirahat (Pukul 10.20-13.00). Saat
sedang melakukan pengolahan,
ada beberapa guru yang ikut memantau proses praktek ini dan memberikan masukan seperti cara atau
teknik meniti jagung. “Harus ada bunyi
yang enak saat anak batu dan induk batu bertemu,” komentar Pak Frans Sawu,
Koordinator P5 di kelas X.
Walau kesulitan karena belum terbiasa, anggota kelompok 1 dan 2
bergantian saat meniti jagung. Ada siswa yang sudah biasa meniti jagung
sehingga cara duduk, cara memanaskan jagung dan cara meniti jagung dibuat
dengan teknik yang bagus. Namun ada yang belum terbiasa sehingga sering
mengeluh kepanasan saat mengambil jagung dari kuali.
Pada deretan paling Timur, anggota kelompok 3 dan 4 sibuk dengan
pekerjaannya mengolah jagung bose. Mereka didampingi oleh Ibu Mariyati Lein
untuk menyiapkan santan, daun pandan, jagung, kacang tanah dan kacang nasi.
Saat sudah matang, aroma jagung bose ini sangat wangi dan rasanya super enak.
Sementara anggota kelompok 5 dan 6 yang mengolah Sayur Rumpu-rampe
adalah kelompok yang paling semangat dan kompak. Laki-laki terlibat bersama
perempuan untuk mengiris sayur dan menyiapkan air panas. Beberapa laki-laki
kelompok ini cukup cekatan dalam bekerja. “Saya ini sering kerja di rumah untuk
membantu mama di dapur,” kisah salah seorang siswa saat dipuji sebagai orang
yang rajin.
Praktek P5
ini berjalan dengan lancar karena setiap kelompok saling bekerja sama dalam mengolah
makanan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pada pukul 12.45, waktu
pengolahan selesai dan semua hasil masakan diletakkan di meja yang sudah disediakan untuk diberi
penilaian. Masing-masing
kelompok menyiapkan wadah dari anyaman atau yang berbahan lokal untuk
menghidangkan hasil olahan mereka. Ketiga guru pendamping memberi penilaian
terhadap hasil olahan pangan lokal itu. Kemudian, beberapa siswa membawa ketiga
jenis pangan lokal tadi ke ruang guru untuk dicicipi guru-guru lain. “Hoko nei goe siu, Ibu”, pinta Bapak
Hendrik Kerans sambil berjalan menuju meja hidangan. Diakhir kegiatan, para siswa kelas XA menikmati secara bersama hasil olahan pangan lokal
mereka, lalu membereskan
halaman sekolah dan peralatan yang digunakan untuk praktek hari ini.
Dengan kegiatan ini, para siswa diajarkan bahwa pangan lokal mesti
mendapat tempat dalam kehidupan kita tatkala secara nasional dan global kita
mengalami krisis pangan. Orang harus bisa menanam pangan lokal dan lebih sering
menikmati pangan lokal. Jika hal ini dibiasakan, maka sebenarnya kita sedang
melakukan penghematan, pelestarian dan terutama kembali kepada kearifan yang
ditinggalkan nenek moyang kita.
Ditulis oleh Essen Tadon
Sambutan Kepala Sekolah
